Sekelumit Penelitian

Monday, August 28, 2006

 

Sekilas Metode Penelitian Sosial

Catatan Kris Budiman
Perumusan Masalah Penelitian
Penelitian dimulai dari rasa ingin tahu terhadap sesuatu atau karena dipicu oleh adanya suatu persoalan. Persoalan ini ingin kita jawab melalui proses penelitian. Masalah penelitian (research problem) biasanya dirumuskan dalam bentuk kalimat tanya, karena itu, masalah penelitian juga sering disebut sebagai pertanyaan penelitian (research question). Misalnya saja kita ingin meneliti masalah kebiasaan membaca pada anak-anak? Contoh lain, dampak yang ditimbulkan oleh program televisi tertentu, taruhlah AFI, Indonesian Idol, terhadap Citra diri anak dan remaja. Masalah ini mungkin dapat kita rumuskan begini: Apakah kaitan di antara frekuensi aktivitas menonton AFI atau Indonesian Idol dan citra diri anak dan remaja?
penelitian dapat dibedakan menjadi dua jenis, yakni (1) penelitian Eksplanasi dan (2) penelitian Deskripsi (eksplorasi). Penelitian Eksplanasi dimaksudkan untuk menjelaskan mengapa seutu gejala atau kenyataan sosial tertentu dapat terjadi. Sedangkan penelitian deskripsi dimaksudkan untuk sekedar melukiskan atau memaparkan seutu gejala atau kenyataan sosial tertentu. Secara lebih teknis dapat dikatakan bahwa jenis penelitian yang pertama dimaksukan untuk menguji hubungan antar-variabel (variabel bebas dengan variabel terikat), sementara jenis penelitian yang kedua semata-mata menggambarkan sejumlah faktor yang berkenaan dengan masalah atau unit yang diteliti.
Format Penelitian dibedakan menajadi tiga, yaitu (1) survei, (2) an (3) studi kasus. Penelitian survei bertujuan untuk menarik generalisasi dan ditujukan kepada sejumlah besar individu atau kelompok (jumlah mereka relatif besar). Dengan survei kita hendak menjelaskan karakteristik tertentu dari sejumlah populasi. Di dalam penelitian eksperimen kita secara sengaja memanipulasi suatu variabel (khususnya veriabel bebas), penelitian eksperimen ini pun akan menarik kesimpulan general (generalisasi). Sedangkan studi kasus menelaah suatu kasus secara mendalam, intensif, detail dan komprehensif. Karena yang ditelaah adalah satu (atau beberapa) kasus, penelitian ini tidak menarik generalisasi.
Di dalam penelitian sosial unit yang ditelaah atau satuan analisanya kita bedakan entah berupa (1) Individu atau (2) Kelompok.
Penentuan rancangan pengambilan Sampel
Seperti telah disampaikan di atas, baik penelitian survei maupun eksperimen bertujuan untuk menarik generalisasi, padahal jumlah populasinya besar, bahkan sangat besar (tidak terjangkau). Oleh karena itu, keduanya perlu menetapkan sampel, yakni bagian populasi yang dipandang representatif. Kita mengenal dua jenis rancangan pengambilan sampel : (1) secara random atau acak (probabilitas) dan (2) non-random (non probabilitas). Untuk populasi yang relatid homogen, dampel bisa diambil secara acak (berdasarkan probabilitas) melalui teknik sederhana, dapat diterapkan teknik pengambilan sampel secara probabilitas juga, namun dengan cara yang lebih canggih, yakni atas dasar strata atau atas dasar himpunan. Pengambilan sampel secara non-probabilitas dibedakan menjadi teknik purposif, aksidental, kuota, dan bola salju (snowball sampling).
Peneltian dengan format studi kasus tidak dimaksudkan untuk menarik generalisasi sehingga, boleh diakta, tidak perlu menetapkan rancangan pengambilan sampel. Di dalam studi kasus tidak dikenal apa yang disebut populasi dan sampel, melainkan subjek penelitian. Hanya saja, di dalam memilih dan menentukan subjek yang akan diteliti itu, biasanya diterapkan teknik purposi (peneliti menetapkan kriteria atau syarat-syarat terlebih dahulu).
Penentuan Metode Penelitian
Metode pengumpulan data di dalam penelitian sosial, setidak-tidaknya, bisa kita kelompokkan menjadi lima macam : (1) Pengamatan (observasi), (2) wawancara, (3) angket (kuesioner), (4) tes (uji), dan (5) dokumenter (sumber sekunder). Metode pengamatan bisa berupa pengamatan terlibat (observasi partisipasi) atau tak-terlibat (terkendali dan tak-terkendali). Metode wawancara bisa terencana, entah terstruktur (angket) mapun tidak, atau mungkin tak-terencana, entah sambil lalu atapun mendalam. Metode angket pada dasarnya adalah wawancara terstuktur atau tertulis, entah dengan pertanyaan tertutup atau terbuka. Metode tas pun demikian pula, hanya saja ia dimanfaatkan secara khusus untuk menguji sesuatu (misalnya di dalam psikologi, tingkat kecerdasan, bakat, potensi akademik, entah berupa arsip (tertulis) maupun dokumen-dokumen visual (foto dsb). Data di dalam penelitian survei terutama didapat melalui angket, sedangkan di dalam eksperimen melalui pengamatan (terkendali) dan tes. Studi kasus lebih bnyak menggantungkan diri pada pengamatan terlibat dan wawancara mendalam.
Metoden analisis data dapat dibedakan menjadi dua macam: (1) metode kuantitatif, dan (2) metode kualitatif. Di dalam metode kuantitatif, data yang semula berupa data verbal dikonversi menjadi data numerik dan untuk selajutnya dianalisis dengan teknik-taknik statistika tertentu. Namun demikian, sebelum sampai pada analisis, data sudah terlebih dahulu mengalami pengolahan melalui tahap-tahap pemeriksaan (editing), pengkodean (coding), dan tabulasi. Metode kuantitatif, ini digunakan baik di dalam survei maupun eksperimen. Di dalam metode kualitatif, data yang biasanya verbal (baik hasil wawancara ataupun pengamatan) terlebih dahulu direduksi atau disederhanakan, lalu diklasifikasi atau dikategorikan menurut sistematika tertentu, untuk selanjutnya diinterpretasi menurut pendekatan teoritis tertentu. Metode yang tekhir ini menjadi ciri khas dari penelitian studi kasus.


LANGKAH-LANGKAH PENELITIAN
1. Merusmuskan masalah dan tujuan penelitian
2. Menentukan jenis, format, dan unit analisis
3. Eksplanasi

4. Survei-kerangka teori dan atau batasan konsep/istilah/variabel-hipotesis-rancangan pengambilan sampel-metode pengambilan data-metode pengolahan data dan analisis data.
5. Eksperimen-kerangka teori dan atau batasan konsep/istilah/variabel-hipotesis-rancangan pengambilan sampel-rancangan eksperimen-metode pengumpulan data-metode pengolahan dan analisis data.
5. Deskripsi
6. Survei (polling)-batasan konsep/istilah-rancangan pengambilan sampel-metode pengumpulan data-metode pengolahan dan analisisi data.
7. Studi kasus-kerangka teori dan atau batasan konsep/istilah-penentuan subjek penelitian-metode pengumpulan data-metode analisis data.
8. Menyusun proposal penelitian
9. Melaksanakan penelitian : mengumpulkan data, mengolah dan menganalisa data.
10. Menyusun laporan penelitian
11. Mempublikasikan : jurnal, seminar, perpustakaan
(Kris Budiman, Balai Bahasa Juli-September 2004)
riksmadhara@yahoo.com


 

Menulis Dengan Teknik Feature

Catatan Aprinus Salam

Hal penting yang mendasar dan perlu diketahui oleh seseorang ketika akan menulis adalah tulisan tersebut akan dimuat dalam bentuk apa. Pemahaman tersebut penting untuk menghindari peracuan yang bisa jadi akan ditemui di tangah jalan penulisan. Misalnya, ketika ia seharusnya menulis berita, tapi karena tidak mampu membendung opini subjektivitasnya, maka berkemungkinan menjadi essai, atau ketika hendak menulis feature malah yang jadi fiksi
Dengan mengenal wilayah tulisan kita menjadi tahu bahwa bentuk tulisan yang kita pilih termasuk dalam wilayah mana sehingga dengan mudah kita kemudian akan menentukan langkah-langkah beserta rambu-rambu yang memagarinya. Misalnya, ketika kita menulis berita tidak boleh memasukkan opini pribadi kita sendiri, juga tidak boleh memasukkan realitas yang direka-reka. Karena begitu sebuah berita kemasukan opini atau khayalan, maka nilai berita itu akan menjadi rusak.
Dalam konteks inilah perlu “ditegaskan” bahwa pada dasarnya menulis sesuatu itu seperti mengikuti sebuah “konvensi”, semacam prosedur yang harus disepakati dan “ditaati”, semacam aturan main. Kalau kita mau main bulu tangkis, maka aturannya berbeda dengan bermain catur. Kalau kita menulis feature, maka dalam beberapa hal tertentu berbeda dengan menulis cerpen. Deminkianlah, pada dasarnya kita ini seperti terpaksa mengikuti konvensi saja, termaksud konvensi berkehidupan. Mau jadi berbeda dari biasanya?, mau jadi pembaharu?, silahkan!!
Pengertian Feature
Feature adalah berita yang ditulis dengan gaya bercerita dan ditekankan pada sisi-sisi Human interest-nya, yakni sisi-sisi yang secara menusiawi bisa membangkitkan perasaan tertentu dari pembaca. Misalnya, perasaan haru, kagum, belas kasihan, rasa keadilan, simpati, kasih sayang, cinta, senang, terhibur, dan sebagainya. Oleh karena itu, gaya penulisan feature ditekankan pada kemampuannya menyentuh dan membangkitkan perasaan pembaca. Itulah sebabnya, gaya penulisan feature dituntut untuk khas, menarik, basah, mengalir, kaya visi dan dimensi, tidak “kering dan kaku” seperti berita langsung.
Gaya penulisan yang khas, basah dan mengalir (bebas dan luwes) itu membuat feature tidak terikat secara ketat oleh aturan struktur piramida terbalik. Bahkan tidak begitu terikat oleh aktualitas dan momentum. Walaupun aktualitas dan momentum sering menjadi salah satu pertimbangan menarik atau tidaknya sebuah feature, namun usia kelayakannya lebih lama dibanding straight news. Jika straight news, atau juga bisa disebut hard news atau sport news yang usia kelayakannya tidak lebih dari 24 jam, maka featrue bisa lebih lama lagi. bahkan bisa tahan sampai seminggu asalkan masih memiliki centelan berita (pig news) berupa perkembangan peristiwa itu atau muncul kasus yang ada kaitannya dengan peristiwa tersebut. Atau bahkan lebih. Begitu pula jika meuncul momentum atau peristiwa yang ada kaitannya dengan objek feature tersebut masih layak muat meskipun pokok peristiwanya sudah terjadi puluhan tahun sebelumnya (feature sejarah). Inilah kelebihan fature dibanding bentuk berita lainnya. Karena itulah, majalah berita mingguan Tempo, Gamma atau Gatra, dan sebagainya memilih bentuk gaya penulisan feature dalam menyajikan berita-beritanya untuk menutup ketertinggalan aktualitas dibanding surat kabar harian.
Meskipun begitu, feature akan memiliki nilai lebih jika dapat ditulis dan disajikan (dimuat) pada kesempatan pertama, ketika orang sedang hangat-hangatnya membicarakan peristiwa yang bersangkutan. Misalnya peristiwa tersebut terjadi sekarang., maka besok orang dapat menikmati featurenya di surat kabar dengan gaya penyajian yang khas dan langkap. Ini terutama untuk feature-feature peristiwa.
Jenis-Jenis Feature
Selama ini kita mengenal bermacam-macam jenis feature. M. Wonohito dalam buku Berita menyebutkan ada enam jenis, yaitu Feature Human Interest, feature sejarah (historical feature), kisah mengenai riwayat hidup atau kepribadian seseorang (biographical and personality), kisah perjalanan (travel), kisah yang memberi petunjuk dan menguraikan sesuatu (explanatory and how-to-do-it), dan feature ilmu pengetahuan (scientific). Disamping itu, kita mengenal juga apa yang disebut feature murni dan feature kopi (sidebar). Berikut beberapa sisi feature :
Feature Human Interest atau feature murni adalah jenis berita yang mengangkat kisah manusia biasa dalam peristiwa luar biasa. Atau sebaliknya, kisah menusia besar dalam peristiwa biasa, dalam lingkungan biasa (di tengah masyarakat awam), dan sebagainya.
Feature Sejarah, yakni feature yang mengangkat peristiwa masa lalu, tetapi memiliki makna sosial dan politik yang selalu relevan.
Feature riwayat hidup atau kepribadian seseorang, tulisan yang mengangkat riwayat hisup atau kepribadian tokoh-tokoh masyarakat yang penting, baik karena kedudukannya, kreativitasnya, popularitasnya, kepribadiannya, jasa-jasanya dan sebagainya.
Feature perjalanan, mengangkat kisah perjalanan seseorang karena ada sesuatu yang menarik dan luar biasa, atau penuh petualangan yang mendebarkan.
Feature pemberi petunjuk atau uraian sesuatu. Berisi tentang petunjuk untuk mencapai sesuatu atau proses terjadinya sesuatu. Dalam feature ini bisa pula feature tentang masakan, tip-tip memelihara kesehatan dan lain-lain.
Feature pengetahuan, biasanya berisi tentang sesuatu penemuan baru di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, kisah suatu penelitian dan sebagainya.
Feature kedai kopi, mengangkat kisah-kisah atau sisi-sisi yang menarik dari lingkungan kehidupan sehari-hari. Misalnya, mengisahkan suka-suka penjual bakso keliling, para pedagang atau buruh gendong Bringharjo, penambang pasir di Kulon Progo, dan sebagainya. Objek feature ini paling gampang dicari dan setiap saat bisa dibuat.
Feature Peristiwa, yakni feature yang mengangkat aktual apasaja dengan mnitikberatkan pada sisi human interst-nya, atau sisi di balik peristiwa. Feature ini sering hanya merupakan gaya penulsian saja kerena sering bahan-bahannya hanya peristiwa biasa yang di koran harian diangkat sebagai straight news. Banyak ditemukan di majalah-majalah berita mingguan.
Yang Perlu Diperhatikan
Tentu dalam hal-hal “objektif” yang perlu dipertimbangkan agar feature kita menarik perhatian orang untuk dibaca. Karena secara keseluruhan adalah bagian dari tulisan jurnalistik, maka kriteria “objektif” yang perlu diperhatikan relatif sama dengan tulisan jurnalistik (berita) yang lain. misalnya saja, apakah tulisan tersebut melibatkan (kepentingan orang banyak), apakah ada unsur konfliknya, kompetisi, progres, seks, kengerian, keanehan, kedekatan wait/jarak, simpati, tingkat ketenaran objek/subyak, konsekuensi, dan sebagainya. Semakin banyak tulisan kita mengandung unsur yang dipertimbangkan tersebut, dapat dibayangkan jika tulisan tersebut akan semakin menarik perhatian orang banyak.
Langkah-langkah Penulisan Feature
Langkah pertama, yang ditempuh penulis feature ada;ah mengumpulkan bahan-bahan yang diperlukan. Ada banyak cara untuk ini. misalnya observasi (datang langsung ke objek penulisa) interview (melakukan serangkaian wawancara dengan sumber-sumber primer maupun sekunder), dan mencari di buku atau media massa lain sebagau pelengkap. Apa yang perlu dilakukan dalam mengumpulkan bahan sering sangat tergantung pada jenis feature yang akan ditulis dan macam bahan yang diperlukan. Untuk menulis feature sejarah, misalnya, sering cukup hanya mencari sumber pustaka. Akan tetapi, jika masih ada pelaku atau saksi sejarah yang masih hidup, feature ini akan lebih menarik dan berharga jika dilengkapi dangan wawancara dengan tokoh yang masih hidup ini. kita bisa mengungkap sisi lain yang tidak atau belum tertulis dalam buku pustaka.
Setelah seluruh bahan yang dianggap diperlukan terkumpul, kemudian tinggak memilih dan mengorganisasi sesuai dengan stressing yang kit tentukan. Pemilihan stressing ini tentu yang diperkirakan menarik bagi pembaca. Misalnya, kita akan menulis tentang pasar Bringharjo, tentu kita tidak akan mengangkat seluruh aspeknya, karena akan terlalu penjangn dan sulit dilakukan. Namun, kita bisa memilih, misalnya aspek sejarah berdirinya saja. bisa jadi hanya keunikan bangunannya, suasana pada bulan puasa, kehidupan buruh gendongnya, atau peranannya bagi gerak hisup suasana masyarakat Yogya, dan sebagainya.
Pemilihan stressing tersebut bisa juga kita lakukan sebelum kita mengumpulkan bahan. Dengan menentukan stressing sebelum mengumpulkan bahan, kita akan mendapat pedoman bahan apa saja yang kita butuhkan sehingga kita tidak perlu mengumpulkan seluruh informasi atau data tentang pasar tersebut. Hal ini akan menghemat wait dan tenaga, sehingga tidak akan ada kerja keras kita yang sia-sia. Pemilihan stressing dilakukan setelah pengumpulan data hanya kita kerjakan jika kita “masih buta” atau belum tahu persis tentang sisi atau aspek mana yang paling menarik pada objek yang akan kita garap. Sayangnya, justru ini paling sering terjadi. Dalam kondisi semacam ini kita memang sebaiknya mengumpulkan bahan sebanyak-banyaknya dari berbagai aspek. Setelah semuanya terkumpul, barulah kita menilai semua aspek yang ada, mana yang paling menarik untuk diangkat menjadi feature. Dangan cara ini kita bisa menulis feature dari satu feature tnetang suatu objek. Langkah selanjutnya adalah menggarap bahan-bahan itu menjadi fature. Untuk ini kita bisa memulai dari mana saja, dengan teknik atau gaya tulisan apa saja sesuai dengan selera dan cita rasa kita terhadap objek. Tentu yang paling baik adalah dengan teknik dan gaya khas kita. Yang perlu diyakini dalam hal ini adalah bahwa penulisan feature babas memilih struktur. Tidak terikat dengan struktur piramida terbalik, sebagaimana kalau kita menuli streight news.
Yang terpenting dalam menulis feature adalah bagaimana dengan teknik tertentu penulis bisa membangun ketegangan, daya cekam, keharuan, datau daya sentuh yang mampu menghanyutkan perasaan pembaca untuk melahap feature tersebut sampai habis. Daya cekam tersebut bisa dibangun melalui narasi, deskripsi, dan dia;og. Karena itu bentuk feature sering mirip dengan cerpen, dimulai dengan pelukisan suasana mencekam, kemudian bergerak kepengisahan yang menegangkan dan dramatis, menuju klimaks dan dialhiri anti klimaks. Jadi, seperti ada plotnya. Bisa kronologis, bisa balik, atau perkawinan keduanya.
Akan tetapi, tentu tetap berbeda dengan cerpen yang dibangun dengan elemen-elemen imajinatif (khayal) karena feature tetap dibangun dengan elemen-elemen fakta. Tapi keduanya memang sama-sama membutuhkan kemampuan berimajinasi penulisnya. Dalam menulis cerpen kemampuan imajinatif itu dibutuhkan untuk melukiskan dunia khayal (rekaan) secara hidup, sedangkan dalam menulis feature kemampuan imajinatif dibutuhkan untuk melukiskan fakta-fakta, peristiwa, suasana, dan gerak dramatik objek menjadi suatu sajian baru (feature) yang benar-benar hidup dan mencekam perasaan.
Karena itu, orang yang tidak mempu berimajinatif tidak akan mempu menulis feature yang baik, sebagaimana pula ia tidak akan mampu menulis cerpen yang baik. Karena itu pula, seseorang yang mempu menulis cerpen yang baik diperkirakan ia akan sangat berpotensi menulis feature yang baik pula. Tampaknya kemampuan berimajinatif yang baik inilah yang sekarang jarang dimiliki oleh wartawan sehingga feature-feature yang mereka hasilkan dan dimuat di berbagai media massa, rara-rata adalah feature yang bruruk, miskin seuasana, miskin ketegangan, miskin imajinasi, dan tak punya daya sentuh. Bahkan banyak yang masih berupa streight news, tetapi sengaja dipasang pada kolom atau rubrik feature, atau mungkin “dipaksakan” oelh redakturnya.
Biasanya satu feature terdiri dari tiga bagian. Bagian pertama, adalah pembukaan, yang melukiskan suasana, potongan dialog, atau bagian peristiwa yang dramatis. Bagian kedua, adalah tubuh feature yang berisi peristiwa atau detail objek. Pada bagian ini dtail peristiwa atau objek diceritakan secara lengkap sesuai dengen stressing yang dipilih. Sementara itu, pada bagian ketiganya adalah penutup yang biasanya berupa klimaks peristiwa, atau bagian yang paling mengesankan. Kisah paling dramatis diletakkan pada bagian akhir feature dengan maksud agar perasaan pembaca bisa terpengaruh dan tidak mudah melupakan feature yang dibacanya. Feature yang berhasil akan selalu meinggalkan kesan yang dalam di hati pembacanya.
(sekedar bacaan pengantar “Pembinaan Penulisan Karya Tulis Siswa”, Bengkel Bahasa, Balai Bahasa Yogyakarta, 4 Juli-19 September 2004.

Saturday, August 12, 2006

 

APA dan Bagaimana Seorang Peneliti Muda?

Oleh : Eko Prastowo
Bila seorang mendengar tentang seorang tentang seorang peneliti, dapat dipatikan di benaknya akan terbayang-bayang seorang yang serius, berkepala botak, selalu dekat dengan buku yang hidupnya banyak dihabiskan di laboraturium. Orang yang mempunyai pendapat seperti itu adalah orang yang kuno. Peneliti bukanlah sosok yang seperti itu. Lalu apa dan bagaimana sosok peneliti itu? Tulisan ini akan sedikit memberi gambaran tentang hal tersebut, baik itu hal yang manis maupun hal yang pahit sekalipun. Terutama bagaimana deskripsi seorang peneliti muda.
Sikap Dasar
Setiap orang tanpa mengenal batas intelektual secara formal dapat menjadi peneliti. Entah dia lulusan SD ataupun profesor semuanya dapat menjadi seorang peneliti. Untuk hal itu kita dapat berkaca dari riwayat Thomas Alfa Edison atau Albert Eisten. Jadi tidak ada syarat apapun untuk menjadi seorang peneliti.
Meskipun begitu bila seseorang ingin menjadi peneliti dia harus belajar tahap demi tahap. Tahap dasar yang harus dimiliki adalah pembentukan jiwa seorang peneliti. Ini adalah tahap yang tersulit, karena ini merupakan pondasi yang menentukan. Adapun jiwa seorang peneliti adalah jiwa ilmiah dan jiwa gelisah. Artinya dia dalam setiap aktifitasnya hidupnya harus berpegang erat pada sikap ilmiah, yaitu sikap rasional yang mempunyai landasan pemikiran yang benar. Sedangkan jiwa gelisah adalah sebuah kegelisahan pikir yang selalu tidak puas dan mempertanyakan segala hal untuk mencapai kebenaran yang obyektif. Inilah dasar-dasar yang harus dimiliki.
Setelah memiliki dasar-dasar itu biasanya seorang peneliti yang baru mulai memeliti akan mengalami banyak rintangan yang tampaknya sulit, namun bila kita mau menganalisa rintangan itu sangalah mudah dilalui. Sebagai contohnya adalah rasa bingung mau memeliti apa? Itu memang tampak sulit tapi bila kita sering membaca buku dan membuka mata untuk melihat segala sesuatu yang ada disekeliling, kita akan dengan mudah menemukan ide-ide yang bagus untuk kita teliti.
Proses Penelitian
Setelah kita mempunyai ide, tibalah kita pada proses penelitian. Banyak sekali peneliti muda (baca : anggota KIR) yang patah semangat dalam proses ini. seperti seorang pendaki gunung, bila dalam pendakian berikutnya dia akan lebih sulit lagi mencapai puncak bahakan sudah tidak mau untuk mengulang pendakian. Dan dalam proses penelitian inilah sebenarnya the real test seorang peneliti. Dia akan diuji dalam segala hal, entah itu etos kerja, keseriusan atau bahkan pengorbanannya.
Tapi seorang yang betul-betul telah memiliki jiwa peneliti akan mempu melaksanakannya. Di awali dengan merumuskan masalah, membuat hipotesa, mengumpulkan data, menguji coba dan akhirnya membuat kesimpulan. Saat selesai semuanya dia sudah memiliki gelar baru “peneliti”. Besar kecilnya kepasdtian hasil penelitiannya bukan masalah, yang pasti dia telah melakukan sesuatu bagi perkembangan ilmu pengetahua.
Organisasi Ilmiah Remaja
Latar belakang terbentuknya organisasi KIR di Indonesia tumbuh pada tahun 1969 yaitu Harian Berita Yudha dengan mendirikan RYC (Remaja Yudha Club). Pada tahun itu juga dilakukan pengembangan KIR oleh LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) berdasarkan konsep dari konferensi anak-anak se-Dunia (UNESCO), pada tahun 1963 di Grenoble, Perancis. Di tahun-tahun berikutnya KIR senantiasa berkemabng. Hampir di setiap sekolah menengah dapat dijumpai organisasi KIR.
Memang seorang yang ingin menjadi peneliti tidak diharuskan belajar meneliti melalui KIR. Tapi bila disadari cara belajar lewat KIR inilah cara belajar terbaik bila dia ingin menjadi peneliti. Di dalam KIR akan ditemukan banyak sekali manfaat baik yang dapat dipetik sekarang ataupun kelak, KIR adalah investasi akademik. Dapat dikatakan KIR adalah ekstarakulikuler yang memiliki nilai lebih dibanding ekstra lainnya. Karena KIR dapat menjadi wadah prestasi juga dapat menjadi sarana pendukung kegiatan akadimik yang kulikuler. Maka manfaatkan KIR dengan sebaik-baiknya.
Seribu Manfaat
Seperti telah ditulis di atas tadi bahwa ada sekian banyak manfaat bila menjadi peneliti muda atau anggota KIR. Segudang prestasi dan prestise tersedia disini. Contoh kecilnya yang real, bila kita terbiasa meneliti dan membuat karya ilmiah nantinya bila kita susah berada di jenjang pendidikan tinggi kita akan merasa menfaatnya saat kita membuat paper atau skripsi. Yang lebih dekat apabila kita bisa meraih prestasi dalam KIR, seperti finalis LKIR atau LPIR. Beragam hadiah dan penghargaan akan diterima fan kita menjadi seorang master figur bagi remaja lainnya. Suatu kebanggaan tersendiri tentunya. Apalagi hal itu juga diakui tidak hanya kalangan remaja tapi pejabat tinggi negara bahkan presiden sekalipun.
Namun sekali lagi semua itu tidaklah suatu pekerjaan yang mudah, bukanlah barang yang dapat dibeli dengan uang. Tapi semua itu adalah perjuangan yang penuh suka duka, up and down.
(Disampaikan pada acara orientasi Kelompok Ilmiah Remaja, SMA Muhammadiyah III Yogyakarta, tanggal 24 Agustus 1995.)

Archives

August 2006  

This page is powered by Blogger. Isn't yours?